Rabu, 29 September 2010

Pranata & Institusionalisasi

A. Pranata

Pranata atau institusi adalah norma atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. Norma/aturan dalam pranata berbentuk tertulis (undang-undang dasar, undang-undang yang berlaku, sanksi sesuai hukum resmi yang berlaku) dan tidak tertulis (hukum adat, kebiasaan yang berlaku, sanksinya ialah sanksi sosial/moral (misalkan dikucilkan)). Pranata bersifat mengikat dan relatif lama serta memiliki ciri-ciri tertentu yaitu simbol, nilai, aturan main, tujuan, kelengkapan, dan umur.

Institusi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

  • Institusi formal adalah suatu institusi yang dibentuk oleh pemerintah atau oleh swasta yang mendapat pengukuhan secara resmi serta mempunyai aturan-aturan tertulis/ resmi. Institusi formal dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
    • Institusi pemerintah adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan suatu kebutuhan yang karena tugasnya berdasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan melakukan kegiatan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan meningkatkan taraf kehidupan kebahagiaan kesejahteraan masyarakat. Institusi Pemerintah atau Lembaga Pemerintah dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
      1. Lembaga pemerintah yang dipimpin oleh seorang menteri.
      2. Lembaga pemerintah yang tidak dipimpin oleh seorang menteri, dan bertanggung jawab langsung kepada presiden (disebut Lembaga Pemerintah Non-Departemen). Contoh : Lembaga Administrasi Negara dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
    • Institusi swasta adalah institusi yang dibentuk oleh swasta (organisasi swasta) karena adanya motivasi atau dorongan tertentu yang didasarkan atas suatu peraturan perundang-undangan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Institusi atau lembaga ini secara sadar dan ikhlas melakukan kegiatan untuk ikut serta memberikan pelayanan masyarakat dalam bidang tertentu sebagai upaya meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Contoh : Yayasan Penderita Anak Cacat, Lembaga Konsumen, Lembaga Bantuan Hukum, Partai Politik.
  • Institusi non-formal adalah suatu institusi yang tumbuh dimasyarakat karena masyarakat membutuhkannya sebagai wadah untuk menampung aspirasi mereka. Ciri-ciri institusi non-formal antara lain:
    1. Tumbuh di dalam masyarakat karena masyarakat membentuknya, sebagai wadah untuk menampung aspirasi mereka.
    2. Lingkup kerjanya, baik wilayah maupun kegiatannya sangat terbatas.
    3. Lebih bersifat sosial karena bertujuan meningkatkan kesejahteraan para anggota.
    4. Pada umumnya tidak mempunyai aturan-aturan formal (Tanpa anggaran dasar/Anggaran rumah tangga).

B. Norma-norma yang berlaku pada masyarakat Indonesia

Dalam pergaulanhidup di masyarakat terdapat 4 macam norma atau kaidah, yaitu:

  1. Norma agama, yaitu peraturanhidup yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan. Contoh: tidak boleh minum-minuman keras, berbuat maksiat,mengkonsumsi madat, dan lain-lain.
  2. Norma kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang dianggapsebagai suara hati nurani manusia atau datang melalui suarabatin yang diakuidan diinsyafi oleh setiap orang sebagai pedoman dalam bersikap dan berbuat. Contoh: seorang anak durhaka terhadap orangtuanya.
  3. Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulansegolongan manusia yang diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap lingkungan sekitarnya (misalnya: orang muda harus menghormati yang lebih tua).
  4. Norma hukum, yaitu peraturan-peraturan yang timbul dari hukum yang dibuat oleh penguasa negara yang isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaanoleh alat-alat negara.Contoh: melakukan pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain.

C. Institusionalisasi dan Profesionalisasi Melalui Transpolitisasi

Fakultas Sebagai Sokoguru Di manakah di lingkungan Universitas Indonesia fungsi institusionalisasi dan profesionalisasi itu dipusatkan? Sudah jelas, pendidikan professional dalam lingkungan sesuatu universitas dilaksanakan di fakultas-fakultas. Karena itu di Universitas Indonesia pun fungsi universitas sebagai kekuatan institusionalisasi dan profesionalisasi dilaksanakan oleh kesepuluh fakultasnya. Dengan demikian, selaku Rektor saya akan bertumpu kepada para Dekan serta pengasuh fakultas pada umumnya.

Sesuai dengan gagasan institusionalisasi dan profesionalisasi itulah saya akan mengembalikan wisuda sarjana dalam arti yang hakiki kepada fakultas-fakultas. (Meskipun istilahnya yang dipakai harus lain, supaya tidak tumpang tindih dengan upacara yang dilakukan oleh Universitas Indonesia. Misalnya dapat dipakai istilah “Upacara Melepas Sarjana Baru”). Sedangkan pada pada upacara Universitas Indonesia yang terpusat, Rektor secara simbolis akan mewisuda para sarjana baru itu.

Juga kegiatan penelitian untuk sebagiannya akan dilaksanakan pada lembaga-lembaga di fakultas sesuai dengan bidang profesi ilmiahnya. Meskipuntetap ada lembaga-lembaga penelitian yang terpusat di Rektorat.

Demikian pula pelaksanaan darma ke-3 dalam rangka Tridarma Perguruan Tinggi,yakni pengabdian kepada masyarakat, meskipun perlu dikoordinasi secara terpusat, namun penyelenggaraannya dapat diserahkan kepada lembaga-lembaga di fakultas-fakultas. Di sini dapat kita konstatasi adanya 2 jenis pengabdian kepada masyarat: 1. Pengabdian kepada masyarakat sebagai keseluruhan 2. Pengabdian berupa pelayanan (service) kepada pelbagai organisasi, kelompok atau individu dalam masyarkat. Jenis yang pertama tertuju kepada masyarakat sebagai totalitas, yang merupakan klien (client) daripada universitas. Pengabdian jenis ini sesungguhnya telah tumbuh sebagai tradisi di kalangan dunia perguruan tinggi di Indonesia, yang tidak pernah mengenal prinsip menara gading. Karena universitas nasional di Indonesia lahir dari rahim Perjuangan Nasional, maka ia merupakan bagian yang tak terpisahkan daripada Perjuangan itu sendiri. Menjadi bagian yang tak terpisahkan, tidak berarti tidak mempunyai kepribadian sendiri. Bahkan universitas dikenal sebagai sumber bagi daya dan tenga bagi Perjuangan.

Namun, setelah selesainya Perang Kemerdekaan, masyarakat kita dilanda oleh gelombang liberalisme yang nyaris menenggelamkan sifat kekelurgaan masyarakat Pancasila. Dalam kegelisahan kurun waktu tahun 50-an itu universitas menjadi ajang pertarungan pelbagai kekuatan politik, yang ingin menguasai sumber brainpower nasional itu. Periode itu disusul oleh antipodenya, yakni jaman Demokrasi Terpimpin yang totaliter yang didominasi oleh PKI dan satelit-satelitnya. Sekali lagi universitas jadi bulan-bulanan untuk dikuasai. Dengan demikian universitas ibaratnya seperti menara air, yang krannya jadi rebutan orang luar yang memutarnya sekehendak hatinya.

Dalam cita-cita saya, universitas termasuk Universitas Indonesia, hendaknya menjadi menara api yang menerangi perairan pantai yang penuh karang pada malam hari yang gelap, agar supaya para nakhoda dapat mengemudikan bahteranya ke Bandar yang ditujunya. Kita memberikan sumbangan yang memang dibutuhkan masyarakat, namun kitalah yang menentukan bagaimana bentuk sumbangan itu berdasarkan kemampuan profesional kita. Kita tidak pernah bersikap masa bodoh terhadap masyarakat, akan tetapi kita minta kepercayaan masyarakat untuk diizinkan menyampaikan sumbangan sesuai dengan apa yang kita anggap baik berdasarkan pemikiran profesional kita. Antara masyarakat dan universitas harus terjadi interaksi positif berdasarkan solidaritas timbal-balik.

Dalam pengabdian jenis kedua kepada masyarakat, yang menjadi klien bukanlah masyarakat sebagai keseluruhan, melainkan unsur-unsur masyarakat itu secara individual. Pelayanan atau service yang diberikan terdapat pada pelbagai bidang profesi ilmiah yang ada dalam lingkungan universitas. Di universitas Indonesia, misalnya saja, dapat diperoleh pelayanan di bidang hokum, bidang manajemen, bidang kesehatan gigi, bidang psikologi, dll.

Dengan para alumni Universitas Indonesia maupun dengan para sejawat melalui organisasi-organisasi profesi (seperti Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Insinyur Indonesia, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Ikatan Sarjana Sastra Indonesia, dls), dilakukan percaturan yang terus menerus antara para teoretisi dan para praktisi di bidang profesi masing-masing demi kemajuan dunia ilmu Indonesia sebagai keseluruhan.Dengan demikian pengabdian kepada masyarakat oleh sivitas akademika Universitas Indonesia, manunggal dengan pengabdian para sejawat yang bertugas di luar lingkungan Universitas Indonesia. Hal ini sudah berjalan, tinggal kita tingkatkan dengan landasan kesadaran, dan dengan sebanyak-banyaknya melibatkan para mahasiswa sebagai kaum junior di kalangan profesi masing-masing. Segalanya itu masih akan kita atur lebih lanjut secara integral.